Kamis, 21 Oktober 2010

Dongeng dari afrika

Kimamanauze dan Putri Matahari
PDF Print E-mail

Di sebuah desa bernama Tumbandala di Nigeria, hiduplah seorang pemuda bernama Kimamanauze. Dia tinggal bersama kedua orang tuanya yang hidup sederhana. Kimamanauze adalah pemuda yang pantang menyerah. Jika punya keinginan maka harus didapatkannya.
Kini, saat usianya sudah cukup untuk menikah, kedua orang tuanya mulai mendesaknya untuk menentukan calon pendampingnya.
"Anakku, sekarang kamu sudah dewasa dan sudah saatnya kamu menikah. Pilihlah seorang wanita untuk jadi pendampingmu," kata ayahnya suatu hari.
"Ayah, saya memang sudah berniat untuk menikah. Tapi saya tidak mau menikah dengan wanita sembarangan. Aku hanya mau menikah dengan Putri Matahari dari langit," kata Kimamanauze mantap.
Meski harapannya tersebut dianggap mustahil dan mengada-ada, tapi Kimamanauze tetapa yakin bahwa suatu saat dia akan mendapatkan Putri Matahari dan menikahinya.
Setiap hari Kimamanauze memikirkan cara untuk bisa bertemu dengan putri Matahari, namun tidak ada satu carapun yang melintas di kepalanya.
Suatu hari Kimamanauze membuat sepucuk surat yang ditujukan kepada dewi Matahari. Lalu dia membawa surat tersebut ke sebuah hutan.
Di tengah jalan, dia bertemu dengan seekor kijang gunung dan Kimamanauze menyapanya:
"Wahai kijang gunung yang baik, maukah kau menolongku? Maukah kau membawa surat ini kepada dewi Matahari di langit?" tanya Kimamanauze.
"Oh, aku memang bisa naik ke puncak gunung yang tinggi, tapi langit terlalu tinggi, aku tidak sanggup!" kata kijang gunung.
Maka Kimamanauze pun meninggalkan kijang gunung dengan kecewa.
Menjelang sore dia bertemu dengan seekor burung elang yang sedang bertengger di atas pohon.
"Wahai burung yang baik maukah kau membawa suratku kepada dewi Matahari di langit?" tanya Kimamanauze.
"Anak muda, aku memang bisa terbang hingga ke awan, tapi meski aku terbang hingga sayapku rontok, aku pasti tidak akan sampai ke langit! Maafkan aku!" kata si burung elang.
Kimamanauze sangat kecewa dan memutuskan untuk pulang ke rumah saja, tapi berjanji untuk melanjutkan usahanya besok.
Tiba-tiba ada yang mengetuk pintu rumahnya. Seekor katak, melompat ke dalam rumah ketika Kimamanauze membuka pintu.
"Anak muda, aku dengar kau sedang bingung mencari cara menyampaikan surat untuk dewi Matahari. Bagaimana kalau aku yang mengantarkannya?" tanya katak tersebut.
Kimamanauze merasa katak itu sedang mengoloknya, maka dia pun mengusirnya. Namun katak itu tidak mau pergi.
"Bagaimana mungkin seekor katak bisa pergi ke langit? Sedangkan kijang gunung dan burung elang yang bisa sampai di tempat tinggi pun tidak sanggup," kata Kimamanauze.
"Aku tidak pernah berdusta anak muda! Kalau aku katakan sanggup menyampaikan suratmu kepada dewi Matahari, maka pasti aku bisa! Nah berikan saja suratmu dan kau tunggulah hasilnya!" kata katak sungguh-sungguh.
Meski masih ragu namun akhirnya Kimamanauze menyerahkan surat tersebut.
Katak membawa surat tersebut ke pinggir telaga tempat dayang-dayang dari langit mengambil air. Saat matahari memancarkan sinarnya di atas telaga, para dayang turun dari langit dengan membawa guci-guci. Dan begitu mereka mencelupkan gucinya, katak melompat ke dalamnya. Setelah semua guci penuh, para dayang kembali ke langit dan tentu saja katak pun ikut bersama mereka.
Di ruangan tempat menyimpan guci-guci berisi air, katak mengamati sekelilingnya. Dilihatnya sebuah meja di tengah ruangan. Katak meletakan surat Kimamanauze di sana lalu dia kembali bersembunyi.
Beberapa saat kemudian, pintu kamar itu terbuka dan ruangan pun diterangi sinar yang hangat. Ternyata yang datang adalah dewi Matahari yang hendak memeriksa guci-guci air. Tiba-tiba dilihatnya sepucuk surat di atas meja. Dengan keheranan dewi matahari membuka dan membacanya:
Dewi Matahari yang terhormat,
Perkenalkan saya Kimamanauze dari desa Tumbandala di bumi.
Bersama ini saya ingin mengajukan lamaran buat puteri anda.
Saya mohon kiranya anda bisa menerima lamaran ini.
Terima kasih.
Dewi Matahari memanggil para dayang pengambil air dan menanyakan siapa pembawa surat itu,. namun tak ada seorang pun yang mengetahuinya. Dewi Matahari memutuskan untuk membalas surat itu dan meletakannya kembali di atas meja. Maka dia pun menulis:
Tuan Kimamanauze di bumi,
Kami sudah menerima surat lamaran anda. Tapi kami belum mengenal anda,
jadi bagaimana kami bisa mengambil keputusan.
Alangkah lebih baiknya jika anda bisa datang ke langit dan mengirimkan mas kawinnya.
Salam
Dewi Matahari.
Setelah dewi Matahari pergi, katak mengambil surat tersebut dan kembali bersembunyi di dalam guci yang kosong yang akan dibawa turun ke bumi oleh para dayang.
Katak membawa surat itu kepada Kimamanauze yang menerimanya dengan gembira. Dia lalu membungkus uang tabungannya, menyerahkannya pada katak bersama sepucuk surat lagi.
Demikianlah katak kembali ke langit dan meletakan uang serta surat kimamanauze di meja yang sama.
Dewi Matahari yang membaca surat tersebut, memanggil suaminya dewa Bulan dan menceritakan masalah tersebut. Mereka berdua sepakat untuk menerima lamaran tersebut dan meminta Kimamanauze untuk menjemput puteri Matahari di langit.
Kimamanauze yang menerima kabar tersebut dari katak merasa bingung. Bagaimana dia bisa menjemput calon isterinya di langit? Namun katak yang cerdik berjanji akan membuat puteri Matahari sendiri yang turun ke bumi.
Keesokan harinya, katak kembali terbang ke langit. Kini dia bersembunyi di kamar puteri Matahari. Saat malam tiba dan puteri Matahari telah tertidur. Katak lalu mendekati sang puteri. Dengan hati-hati diambilnya hati sang puteri lalu dengan cepat katak kembali bersembunyi di pojok kamar.
Pagi harinya istana langit gempar karena puteri Matahari mendadak sakit keras. Tidak ada yang tahu apa penyakitnya. Seorang peramal yang dipanggil menyimpulkan bahwa hati sang puteri telah dicuri oleh pemuda yang menyukainya Obatnya hanyalah segera mempertemukan puteri dengan pemuda tersebut atau puteri akan meninggal.
Dewi Matahari segera menyuruh ribuan laba-laba surga memintal benangnya untuk dijadikan tangga ke bumi. Segera saja sebuah tangga yang lembut bagai sutera terjalin dengan indahnya, menggantung dari langit menuju bumi. Kemudian para dayang menghamparkan permadani dari beludru untuk alasnya. Dan dengan dipapah oleh para dayang, sang puteri Matahari mulai menuruni tangga diiringi lambaian tangan dewi Matahari dan dewa Bulan.
Sementara itu katak sudah terlebih dahulu sampai di bumi. Dia bergegas menemui Kimamanauze dan menyuruhnya bersiap-siap menyambut calon pengantinnya di tepi telaga.
Dengan mengenakan pakaiannya yang paling bagus, Kimamanauze berlari ke pinggir telaga. Di sana telah berkumpul para penduduk desa yang terpesona dengan barisan dayang yang turun dari langit. Ketika puteri Matahari bertemu pandang dengan Kimamanauze, tiba-tiba sembuhlah sakitnya.
Akhirnya, pernikahan pun dilangsungkan dengan meriah. Kimamanauze senang karena akhirnya impiannya dapat terwujud berkat bantuan katak yang cerdik. Dan pasangan itu pun hidup bahagia selamanya.

Dongeng

Pangeran dan Permaisuri
PDF Print E-mail
Suatu ketika, terdapat sebuah kerajaan yang diperitah seorang raja yang bijaksana. Namanya Raja Henry. Raja Henry yang telah tua itu ingin segera turun takhta.

Raja Henry memiliki seorang anak bernama Pangeran Arthur. Putra mahkota itu baik hati, bertanggung jawab, serta bijaksana. Ia juga dekat dengan rakyat. Itu sebabnya ia sangat cocok untuk memerintah kerajaan itu. Tetapi sayangnya ia belum beristeri. Padahal salah satu syarat untuk menjadi raja di kerajaan itu, pangeran harus memiliki isteri.

Kesibukan di istana pun dimulai. Seluruh anggota kerajaan sibuk mencarikan wanita yang cocok untuk Pangeran. Tapi, tak satu pun wanita yang dapat membuat Pangeran Arthur jatuh cinta. Selalu saja ada kekurangannya di mata Pangeran Arthur.

Pada suatu hari, datanglah seorang pemuda pengembara. Ia datang ke kerajaan dan menemui Pangeran yang sedang melamun di taman istana.
"Selamat pagi Pangeran Arthur!" sapa sang pengembara.
"Selamat pagi. Siapakah kau?" tanya Pangeran Arthur.
"Aku pengembara biasa. Namaku Theo. Kudengar, Pangeran sedang bingung memilih calon isteri?" tanya Theo.
"Ya, aku bingung sekali. Semua wanita yang dikenalkan padaku, tidak ada yang menarik hati. Ada yang cantik, tapi berkulit hitam. Ada yang putih, tetapi bertubuh pendek. Ada yang bertubuh semampai, berwajah cantik, tetapi tidak bisa membaca. Aduuh!" keluh Pangeran dengan wajah bingung.

"Hmm, bagaimana kalau kuajak Pangeran berjalan-jalan sebentar. Siapa tahu di perjalanan nanti Pangeran bisa menemukan jalan keluar," ajak Theo sambil memandang wajah Pangeran yang tampak letih.
"Ooh, baiklah," jawab Pangeran sambil melangkah. Mereka berdua lalu berjalan-jalan ke luar istana.

Theo mengajak Pangeran ke daerah pantai. Disana mereka berbincang-bincang dengan seorang nelayan. Tak lama kemudian nelayan itu mengajak pangeran dan Theo ke rumahnya.

"Isteriku sedang memasak ikan bakar yang lezat. Pasti Pangeran menyukainya," ujar si nelayan.
Setibanya di rumah nelayan, terciumlah aroma ikan bakar yang sangat lezat. Mereka duduk di teras rumah nelayan itu. Tak lama kemudian keluarlah istri nelayan menghidangkan ikan bakar.

Istri nelayan itu bertubuh pendek. Ketika sang istri masuk ke dalam, Theo bertanya, "Wahai Nelayan! Mengapa engkau memilih istri yang bertubuh pendek?"

Nelayan itu tersenyum lalu menjawab, "Aku mencintainya. Lagipula, walau tubuhnya pendek, hatinya sangat baik. Ia pun pandai memasak."

Theo dan Pangeran Arthur mengangguk-angguk mengerti. Selesai makan, mereka berterima kasih dan melanjutkan perjalanan.
Kini Theo dan Pangeran Arthur sampai di rumah seorang petani. Disana mereka menumpang istirahat. Rumah Pak Tani sangat bersih.
Tak ada sedikit pun debu. Mereka beberapa saat bercakap dengan Pak Tani. Lalu keluarlah isteri Pak Tani menyuguhkan minuman dan kue-kue kecil. Bu Tani bertubuh sangat gemuk.

Pipinya tembam dan dagunya berlipat-lipat. Setelah Bu Tani pergi ke sawah, Theo pun bertanya, "Pak Tani yang baik hati. Mengapa kau memilih isteri yang gemuk?"

Pak Tani tersenyum dan menjawab dengan suara bangga, "Ia adalah wanita yang rajin. Lihatlah, rumahku bersih sekali bukan? Setiap hari ia membersihkannya dengan teliti. Lagipula, aku sangat mencintainya."

Pangeran dan Theo mengangguk-angguk mengerti. Mereka lalu pamit, dan berjalan pulang ke Istana. Setibanya di Istana, mereka bertemu seorang pelayan dan isterinya. Pelayan itu amat pendiam, sedangkan isterinya cerewet sekali. Theo kembali bertanya,

"Pelayan, mengapa kau mau beristerikan wanita secerewet dia?"
Pelayan menjawab sambil merangkul isterinya, "Walau cerewet, dia sangat memperhatikanku. Dan aku sangat mencintainya".

Theo dan Pangeran mengangguk-angguk mengerti. Lalu berjalan dan duduk di tepi kolam istana. Pangeran berkata pada Theo,
"Kini aku mengerti. Tak ada manusia yang sempurna. Begitu pula dengan calon isteriku. Yang penting, aku mencintainya dan hatinya baik."

Theo menarik nafas lega. Ia lalu membuka rambutnya yang ternyata palsu. Rambut aslinya ternyata panjang dan keemasan. Ia juga membuka kumis dan jenggot palsunya. Kini di hadapan Pangeran ada seorang puteri yang cantik jelita. Puteri itu berkata,

"Pangeran, sebenarnya aku Puteri Rosa dari negeri tetangga. Ibunda Pangeran mengundangku ke sini. Dan menyuruhku melakukan semua hal tadi. Mungkin ibundamu ingin menyadarkanmu…"
Pangeran sangat terkejut tetapi kemudian berkata,
"Akhirnya aku dapat menemukan wanita yang cocok untuk menjadi isteriku". Mereka berdua akhirnya menikah dan hidup bahagia selamanya.

Gadis dan Pohon Bernyanyi
PDF Print E-mail
Di sebuah kota pelabuhan yang ramai tinggallah seorang anak perempuan yatim piatu. Gadis namanya. Ayah dan ibunya meninggal dunia ketika ia masih kecil. Sejak itu Gadis tinggal bersama bibinya. Namum bibinya sangat kasar kepadanya. Gadis amat sedih. Akan tetapi ia mencoba tabah dan sabar.
Gadis adalah anak yang rajin. Ia berusaha mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik. Salah satunya adalah mengambil air dari sumur. Letak sumur itu sangat jauh dari rumah. Untunglah di tengah jalan ada sebatang pohon tua yang besar dan rimbun. Gadis sering singgah di bawah pohon itu untuk melepas lelah.
Kadang-kadang, Gadis menangis sedih di bawah pohon itu. Ia merasa sendirian di dunia ini. Ia tak tahu harus mengadu kepada siapa. Diantara isak tangisnya, Gadis senantiasa berdoa agar Tuhan menjaga dan menolongnya. Anehnya, setiap kali ia menangis, pohon itu selalu mengembangkan ranting-rantingnya. Daun-daunnya bergerak dengan lembut dan berirama. Desiran halusnya bagaikan nyanyian merdu. Gadis selalu terpesona mendengarnya. Sehingga ia lupa akan kesedihannya. Bahkan sampai tertidur. Bila ia tertidur pohon itu menundukkan ranting-ranting daunnya. Supaya Gadis terlindung dari panas matahari. Jika Gadis terlalu lama tertidur, pohon itu akan menjatuhkan daun-daunnya ke pipinya yang halus. Gadis jadi terbangun karenannya.
Hari demi hari pun berlalu.. Raja akan membuat sebuah kapal pesiar. Pohon-pohon tua yang ada akan ditebang. Kayunya digunakan untuk membuat kapal. Gadis menjadi gelisah, ia cemas kalau pohon tuanya akan turut ditebang.
Siang itu, sepulang mengambil air dari sumur, Gadis singgah sejenak di bawah pohon tuanya. Ia melihat tanda silang putih pada batang pohon itu. Berarti pohon kesayangannya akan ditebang. Hati Gadis sedih sekali. Ia tidak bisa berkata-kata. Air matanya mengalir deras. Tanggannya memeluk pohon yang dikasihinya.
"Pohonku, mungkin hari ini adalah hari terakhir perjumpaan kita. Esok mereka akan menebangmu. Aku akan kehilangan satu-satunya teman yang kumiliki. Aku sedih sekali. Tapi aku tak dapat mencegahnya. Selamat jalan pohonku," isak Gadis.
Seperti hari-hari yang lalu pohon itu kembali menundukkan ranting-rantingnya dan daun-daunnya. Seolah-olah memeluk Gadis. Daunnya mengusap lembut pipi Gadis. Tak terdengar nyanyian dari pohon itu.
"Jangan sedih, anak manis. Kapal itu tak akan berlayar tanpa kehendakmu. Naiklah dan ikutlah berlayar bersamanya kelak. Maka kita akan bersama-sama lagi," bisik pohon itu menghibur hati Gadis.
Esok pagi pohon itu ditebang. Beberapa bulan kemudian selesailah kapal yang diinginkan Raja. Sebuah pesta meriah diadakan saat kapal itu akan berlayar untuk pertama kalinya. Namun ketika akan diluncurkan, kapal itu sedikitpun tak mau bergerak meninggalkan dermaga. Penduduk mencoba mendorongnya. Namun kapal itu tetap tak bergerak. Raja menjadi kecewa dan marah.
Berita mengenai kapal yang tak mau bergerak itu akhirnya terdengar oleh Gadis. Ia teringat pada pesan terakhir pohon tuanya. Dengan susah payah Gadis pergi ke pelabuhan kota. Dan berhasil menemui Raja. Ia minta izin agar boleh melayarkan kapal tersebut. Raja semula tak percaya. Tapi karena kapal itu tak mau bergerak, akhirnya Raja mengizinkan. Gadis pun bergegas naik ke atas kapal. Penuh rindu diusapnya anjungan kapal itu.
"Pohonku, tolonglah aku. Bergeraklah, berlayarlah .. Seluruh penduduk kota ini ingin menyaksikan engkau berlayar ke lautan lepas."
Semua orang berdebar menanti apa yang akan terjadi. Kapal itu bergerak sedikit demi sedikit. Lalu lepaslah ia dari sandarannya. Dengan tenang ia melaju ke laut. Penduduk kota bersorak gembira. Raja tak kurang pula gembira hatinya. Gadis dipeluknya.
"Bagaimana engaku bisa membuatkapal ini berlayar?" tanya Raja dengan takjub bercampur heran.
"Berkat rahmat Tuhan, Yang Mulia. Kebetulan kapal ini terbuat dari kayu pohon tua sahabat saya, " jawab Gadis dengan santun.
Kemudian Gadis menceritakan seluruh kisah hidupnya kepada Raja. Hati Raja tersentuh. Sejak itu Gadis tinggal di istana dan menjadi anak angkat Raja.


Gunung yang menangis

Pada suatu hari Uqa'il bin Abi Thalib telah pergi bersama-sama dengan Nabi Muhammad S.A.W. Pada waktu itu Uqa'il telah melihat berita ajaib yang menjadikan tetapi hatinya tetap bertambah kuat di dalam Islam dengan sebab tiga perkara tersebut. Peristiwa pertama adalah, bahawa Rasulullah S.A.W akan mendatangi hajat yakni mebuang air besar dan di hadapannya terdapat beberapa batang pohon. Maka baginda S.A.W berkata kepada Uqa'il, "Hai Uqa'il teruslah engkau berjalan sampai ke pohon itu, dan katalah kepadanya, bahawa sesungguhnya Rasulullah berkata; Agar kamu semua datang kepadanya untuk menjadi aling-aling atau penutup baginya, kerana sesungguhnya baginda akan mengambil air wuduk dan buang air besar."

Uqa'il pun keluar dan pergi mendapatkan pohon-pohon itu dan sebelum dia menyelesaikan tugas itu ternyata pohon-pohon suda tumbang dari akarnya serta sudah mengelilingi di sekitar baginda S.A.W selesai dari hajatnya. Maka Uqa'il kembali ke tempat pohon-pohon itu.
Peristiwa kedua adalah, bahawa Uqa'il berasa haus dan setelah mencari air ke mana pun jua namun tidak ditemui. Maka baginda S.A.W berkata kepada Uqa'il bin Abi Thalib, "Hai Uqa'il, dakilah gunung itu, dan sampaikanlah salamku kepadanya serta katakan, "Jika padamu ada air, berilah aku minum!"

Uqa'il lalu pergilah mendaki gunung itu dan berkata kepadanya sebagaimana yang telah disabdakan baginda itu. Maka sebelum ia selesai berkata, gunung itu berkata dengan fasihnya, "Katakanlah kepada Rasulullah, bahawa aku sejak Allah S.W.T menurunkan ayat yang bermaksud : ("Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu beserta keluargamu dari (seksa) api neraka yang umpannya dari manusia dan batu)." "Aku menangis dari sebab takut kalau aku menjadi batu itu maka tidak ada lagi air padaku."

Peristiwa yang ketiga ialah, bahawa ketika Uqa'il sedang berjalan dengan Nabi, tiba-tiba ada seekor unta yang meloncat dan lari ke hadapan rasulullah, maka unta itu lalu berkata, "Ya Rasulullah, aku minta perlindungan darimu." Unta masih belum selesai mengadukan halnya, tiba-tiba datanglah dari belakang seorang Arab kampung dengan membawa pedang terhunus.Melihat orang Arab kampung dengan membawa pedang terhunus.
Melihat orang Arab kampung itu, Nabi Muhammad S.A.W berkata, "Hendakl mengapakah kamu terhadap unta itu ?"

Jawab orang kampungan itu, "Wahai Rasulullah, aku telah membelinya dengan harta yang mahal, tetapi dia tidak mahu taat atau tidak mau jinak, maka akan kupotong saja dan akan kumanfaatkan dagingnya (kuberikan kepada orang-orang yang memerlukan)." Rasulullah S.A.W bertanya, "Mengapa engkau menderhakai dia ?"
Jawab unta itu, "Wahai Rasulullah, sungguh aku tidak menderhakainya dari satu pekerjaan, akan tetapi aku menderhakainya dari sebab perbuatannya yang buruk.. Kerana kabilah yang dia termasuk di dalam golongannya, sama tidur meninggalkan solat Isya'. Kalau sekiranya dia mahu berjanji kepada engkau akan mengerjakan solat Isay' itu, maka aku berjanji tidak akan menderhakainya lagi. Sebab aku takut kalau Allah menurunkan seksa-Nya kepada mereka sedang aku berada di antara mereka."

Akhirnya Nabi Muhammad S.A.W mengambil perjanjian orang Arab kampung itu, bahawa dia tidak akan meninggalkan solat Isya'. Dan baginda Nabi Muhammad S.A.W menyerahan unta itu kepadanya. Dan dia pun kembali kepada keluarganya.

gurauan dan canda Rosulullah

Rasulullah s.a.w. bergaul dengan semua orang. Baginda s.a.w menerima hamba, orang buta, dan anak-anak. Rasulullah s.a.w. bergurau dengan anak kecil, bermain-main dengan mereka, bersenda gurau dengan orang tua. Akan tetapi Rasulullah s.a.w. tidak berkata kecuali yang benar saja.
Suatu hari seorang perempuan datang kepada beliau lalu berkata, "Ya Rasulullah! Naikkan saya ke atas unta", katanya.
"Aku akan naikkan engkau ke atas anak unta", kata Rasulullah s.a.w.. "Ia tidak mampu", kata perempuan itu. "Tidak, aku akan naikkan engkau ke atas anak unta"."Ia tidak mampu".Para sahabat yang berada di situ berkata, "Bukankah unta itu juga anak unta?"

Datang seorang perempuan lain, dia memberitahu Rasulullah s.a.w.:"Ya Rasulullah, suamiku jatuh sakit. Dia memanggilmu". "Semoga suamimu yang dalam matanya putih", kata Rasulullah s.a.w. Perempuan itu kembali ke rumahnya. Dan dia pun membuka mata suaminya. Suaminya bertanya dengan keheranan, "Kenapa kamu ini?". "Rasulullah s.a.w. memberitahu bahawa dalam matamu putih", kata isterinya menerangkan. "Bukankah semua mata ada warna putih?" kata suaminya.
Seorang perempuan lain berkata kepada Rasulullah s.a.w.: "Ya Rasulullah, doakanlah kepada Allah s.w.t. agar aku dimasukkan ke dalam syurga". "Wahai ummi fulan, syurga tidak dimasuki oleh orang tua". Perempuan itu lalu menangis.
Rasulullah s.a.w. menjelaskan, "Tidakkah kamu membaca firman Allah s.w.t. ini:

"Serta kami telah menciptakan isteri-isteri mereka dengan ciptaan istimewa, serta kami jadikan mereka senantiasa perawan (yang tidak pernah disentuh), yang tetap mencintai jodohnya, serta yang sebaya umurnya".

Para sahabat Rasulullah s.a.w. suka tertawa tapi iman di dalam hati mereka bagai gunung yang teguh. Na'im adalah seorang sahabat yang paling suka bergurau dan tertawa. Mendengar kata-kata dan melihat gelagatnya, Rasulullah turut tersenyum.

Hikmah Tinggalkan Bohong

Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Luqman Hakim, menceritakan pada suatu hari ada seorang telah datang berjumpa dengan Rasulullah S.A.W. kerana hendak memeluk agama Islam. Sesudah mengucapkan dua kalimah syahadat, lelaki itu lalu berkata :
"Ya Rasulullah. Sebenarnya hamba ini selalu sahaja berbuat dosa dan payah hendak meninggalkannya." Maka Rasulullah menjawab : "Mahukah engkau berjanji bahawa engkau sanggup meninggalkan cakap bohong?"
"Ya, saya berjanji" jawab lelaki itu singkat. Selepas itu, dia pun pulanglah ke rumahnya.
Menurut riwayat, sebelum lelaki itu memeluk agama Islam, dia sangat terkenal sebagai seorang yang jahat. Kegemarannya hanyalah mencuri, berjudi dan meminum minuman keras. Maka setelah dia memeluk agama Islam, dia sedaya upaya untuk meninggalkan segala keburukan itu. Sebab itulah dia meminta nasihat dari Rasulullah S.A.W.
Dalam perjalanan pulang dari menemui Rasulullah S.A.W. lelaki itu berkata di dalam hatinya :
"Berat juga aku hendak meninggalkan apa yang dikehendaki oleh Rasulullah itu."
Maka setiap kali hatinya terdorong untk berbuat jahat, hati kecilnya terus mengejek.
"Berani engkau berbuat jahat. Apakah jawapan kamu nanti apabila ditanya oleh Rasulullah. Sanggupkah engkau berbohong kepadanya" bisik hati kecil. Setiap kali dia berniat hendak berbuat jahat, maka dia teringat segala pesan Rasulullah S.A.W. dan setiap kali pulalah hatinya berkata :
"Kalau aku berbohong kepada Rasulullah bererti aku telah mengkhianati janjiku padanya. Sebaliknya jika aku bercakap benar bererti aku akan menerima hukuman sebagai orang Islam. Oh Tuhan....sesungguhnya di dalam pesanan Rasulullah itu terkandung sebuah hikmah yang sangat berharga."
Setelah dia berjuang dengan hawa nafsunya itu, akhirnya lelaki itu berjaya di dalam perjuangannya menentang kehendak nalurinya. Menurut hadis itu lagi, sejak dari hari itu bermula babak baru dalam hidupnya. Dia telah berhijrah dari kejahatan kepada kemuliaan hidup seperti yang digariskan oleh Rasulullah S.A.W. Hingga ke akhirnya dia telah berubah menjadi mukmin yang soleh dan mulia.

Antara sabar dan mengeluh

Pada zaman dahulu ada seorang yang bernama Abul Hassan yang pergi haji di Baitul Haram. Diwaktu tawaf tiba-tiba ia melihat seorang wanita yang bersinar dan berseri wajahnya.
"Demi Allah, belum pernah aku melihat wajah secantik dan secerah wanita itu,tidak lain kerana itu pasti kerana tidak pernah risau dan bersedih hati."
Tiba-tiba wanita itu mendengar ucapan Abul Hassan lalu ia bertanya, "Apakah katamu hai saudaraku ? Demi Allah aku tetap terbelenggu oleh perasaan dukacita dan luka hati kerana risau, dan seorang pun yang menyekutuinya aku dalam hal ini."
Abu Hassan bertanya, "Bagaimana hal yang merisaukanmu?"
Wanita itu menjawab, "Pada suatu hari ketika suamiku sedang menyembelih kambing korban, dan pada aku mempunyai dua orang anak yang sudah boleh bermain dan yang satu masih menyusu, dan ketika aku bangun untuk membuat makanan, tiba-tiba anakku yang agak besar berkata pada adiknya, "Hai adikku, sukakah aku tunjukkan padamu bagaimana ayah menyembelih kambing ?"
Jawab adiknya, "Baiklah kalau begitu ?"
Lalu disuruh adiknya baring dan disembelihkannya leher adiknya itu. Kemudian dia merasa ketakutan setelah melihat darah memancut keluar dan lari ke bukit yang mana di sana ia dimakan oleh serigala, lalu ayahnya pergi mencari anaknya itu sehingga mati kehausan dan ketika aku letakkan bayiku untuk keluar mencari suamiku, tiba-tiba bayiku merangkak menuju ke periuk yang berisi air panas, ditariknya periuk tersebut dan tumpahlah air panas terkena ke badannya habis melecur kulit badannya. Berita ini terdengar kepada anakku yang telah berkahwin dan tinggal di daerah lain, maka ia jatuh pengsan hingga sampai menuju ajalnya. Dan kini aku tinggal sebatang kara di antara mereka semua."
Lalu Abul Hassan bertanya, "Bagaimanakah kesabaranmu menghadapi semua musibah yang sangat hebat itu ?"
Wanita itu menjawab, "Tiada seorang pun yang dapat membezakan antara sabar dengan mengeluh melainkan ia menemukan di antara keduanya ada jalan yang berzeda. Adapun sabar dengan memperbaiki yang lahir, maka hal itu baik dan terpuji akibatnya. Dan adapun mengeluh, maka orangnya tidak mendapat ganti yakni sia-sia belaka."
Demikianlah cerita di atas, satu cerita yang dapat dijadikan tauladan di mana kesabaran sangat digalakkan oleh agama dan harus dimiliki oleh setiap orang yang mengaku beriman kepada Allah dalam setiap terkena musibah dan dugaan dari Allah.
Kerana itu Rasulullah s.a.w bersabda dalam firman Allah dalam sebuah hadith Qudsi,:
" Tidak ada balasan bagi hamba-Ku yang Mukmin, jika Aku ambil kekasihnya dari ahli dunia kemudian ia sabar, melainkan syurga baginya."
Begitu juga mengeluh. Perbuatan ini sangat dikutuk oleh agama dan hukumnya haram. Kerana itu Rasulullah s.a.w bersabda,: " Tiga macam daripada tanda kekafiran terhadap Allah, merobek baju, mengeluh dan menghina nasab orang."
Dan sabdanya pula, " Mengeluh itu termasuk kebiasaan Jahiliyyah, dan orang yang mengeluh, jika ia mati sebelum taubat, maka Allah akan memotongnya bagi pakaian dari wap api neraka." (Riwayat oleh Imam Majah)
Semoga kita dijadikan sebagai hamba Tuhan yang sabar dalam menghadapi segala musibah.

40 tahun Berbuat dosa

Dalam sebuah riwayat dijelaskan, bahwa pada zaman Nabi Musa as, kaum bani Israil pernah ditimpa musim kemarau panjang, lalu mereka berkumpul menemui Nabi Musa as dan berkata: "Wahai Kalamullah, tolonglah doakan kami kepada Tuhanmu supaya Dia berkenan menurunkan hujan untuk kami!"
Kemudian berdirilah Nabi Musa as bersama kaumnya dan mereka bersama-sama berangkat menuju ke tanah lapang. Dalam suatu pendapat dikatakan bahwa jumlah mereka pada waktu itu lebih kurang tujuh puluh ribu orang.
Setelah mereka sampai ke tempat yang dituju, maka Nabi Musa as mulai berdoa. Diantara isi doanya itu ialah: "Tuhanku, siramlah kami dengan air hujan-Mu, taburkanlah kepada kami rahmat-Mu dan kasihanilah kami terutama bagi anak-anak kecil yang masih menyusu, hewan ternak yang memerlukan rumput dan orang-orang tua yang sudah bongkok. Sebagaimana yang kami saksikan pada saat ini, langit sangat cerah dan matahari semakin panas.
Tuhanku, jika seandainya Engkau tidak lagi menganggap kedudukanku sebagai Nabi-Mu, maka aku mengharapkan keberkatan Nabi yang ummi yaitu Muhammad SAW yang akan Engkau utus untuk Nabi akhir zaman.
Kepada Nabi Musa as Allah menurunkan wahyu-Nya yang isinya: "Aku tidak pernah merendahkan kedudukanmu di sisi-Ku, sesungguhnya di sisi-Ku kamu mempunyai kedudukan yang tinggi. Akan tetapi bersama denganmu ini ada orang yang secara terang-terangan melakukan perbuatan maksiat selama empat puluh tahun. Engkau boleh memanggilnya supaya ia keluar dari kumpulan orang-orang yang hadir di tempat ini! Orang itulah sebagai penyebab terhalangnya turun hujan untuk kamu semuanya."
Nabi Musa kembali berkata: "Wahai Tuhanku, aku adalah hamba-Mu yang lemah, suaraku juga lemah, apakah mungkin suaraku ini akan dapat didengarnya, sedangkan jumlah mereka lebih dari tujuh puluh ribu orang?" Allah berfirman: "Wahai Musa, kamulah yang memanggil dan Aku-lah yang akan menyampaikannya kepada mereka!."
Menuruti apa yang diperintahkan oleh Allah, maka Nabi Musa as segera berdiri dan berseru kepada kaumnya: "Wahai seorang hamba yang durhaka yang secara terang-terangan melakukannya bahkan lamanya sebanyak empat puluh tahun, keluarlah kamu dari rombongan kami ini, karena kamulah, hujan tidak diturunkan oleh Allah kepada kami semuanya!"
Mendengar seruan dari Nabi Musa as itu, maka orang yang durhaka itu berdiri sambil melihat kekanan kekiri. Akan tetapi, dia tidak melihat seorangpun yang keluar dari rombongan itu. Dengan demikian tahulah dia bahwa yang dimaksudkan oleh Nabi Musa as itu adalah dirinya sendiri. Di dalam hatinya berkata: "Jika aku keluar dari rombongan ini, niscaya akan terbukalah segala kejahatan yang telah aku lakukan selama ini terhadap kaum bani Israil, akan tetapi bila aku tetap bertahan untuk tetap duduk bersama mereka, pasti hujan tidak akan diturunkan oleh Allah SWT."
Setelah berkata demikian dalam hatinya, lelaki itu lalu menyembunyikan kepalanya di sebalik bajunya dan menyesali segala perbuatan yang telah dilakukannya sambil berdoa: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah durhaka kepada-Mu selama lebih empat puluh tahun, walaupun demikian Engkau masih memberikan kesempatan kepadaku dan sekarang aku datang kepada-Mu dengan ketaatan maka terimalah taubatku ini."
Beberapa saat selepas itu, kelihatanlah awan yang bergumpalan di langit, seiring dengan itu hujanpun turun dengan lebatnya bagaikan ditumpahkan dari atas langit.
Melihat keadaan demikian maka Nabi Musa as berkata: "Tuhanku, mengapa Engkau memberikan hujan kepada kami, bukankah di antara kami tidak ada seorangpun yang keluar serta mengakui akan dosa yang dilakukannya?"
Allah berfirman: "Wahai Musa, aku menurunkan hujan ini juga di sebabkan oleh orang yang dahulunya sebagai sebab Aku tidak menurunkan hujan kepada kamu."
Nabi Musa berkata: "Tuhanku, lihatkanlah kepadaku siapa sebenarnya hamba-Mu yang taat itu?"
Allah berfirman: "Wahai Musa, dulu ketika dia durhaka kepada-Ku, Aku tidak pernah membuka aibnya. Apakah sekarang. Aku akan membuka aibnya itu ketika dia telah taat kepada-Ku? Wahai Musa, sesungguhnya Aku sangat benci kepada orang yang suka mengadu. Apakah sekarang Aku harus menjadi pengadu?"
(Dikutip dari buku: "1001 Keinsafan "Kisah-kisah Insan Bertaubat. Oleh: Kasmuri Selamat M A)