Kamis, 21 Oktober 2010

Dongeng

Pangeran dan Permaisuri
PDF Print E-mail
Suatu ketika, terdapat sebuah kerajaan yang diperitah seorang raja yang bijaksana. Namanya Raja Henry. Raja Henry yang telah tua itu ingin segera turun takhta.

Raja Henry memiliki seorang anak bernama Pangeran Arthur. Putra mahkota itu baik hati, bertanggung jawab, serta bijaksana. Ia juga dekat dengan rakyat. Itu sebabnya ia sangat cocok untuk memerintah kerajaan itu. Tetapi sayangnya ia belum beristeri. Padahal salah satu syarat untuk menjadi raja di kerajaan itu, pangeran harus memiliki isteri.

Kesibukan di istana pun dimulai. Seluruh anggota kerajaan sibuk mencarikan wanita yang cocok untuk Pangeran. Tapi, tak satu pun wanita yang dapat membuat Pangeran Arthur jatuh cinta. Selalu saja ada kekurangannya di mata Pangeran Arthur.

Pada suatu hari, datanglah seorang pemuda pengembara. Ia datang ke kerajaan dan menemui Pangeran yang sedang melamun di taman istana.
"Selamat pagi Pangeran Arthur!" sapa sang pengembara.
"Selamat pagi. Siapakah kau?" tanya Pangeran Arthur.
"Aku pengembara biasa. Namaku Theo. Kudengar, Pangeran sedang bingung memilih calon isteri?" tanya Theo.
"Ya, aku bingung sekali. Semua wanita yang dikenalkan padaku, tidak ada yang menarik hati. Ada yang cantik, tapi berkulit hitam. Ada yang putih, tetapi bertubuh pendek. Ada yang bertubuh semampai, berwajah cantik, tetapi tidak bisa membaca. Aduuh!" keluh Pangeran dengan wajah bingung.

"Hmm, bagaimana kalau kuajak Pangeran berjalan-jalan sebentar. Siapa tahu di perjalanan nanti Pangeran bisa menemukan jalan keluar," ajak Theo sambil memandang wajah Pangeran yang tampak letih.
"Ooh, baiklah," jawab Pangeran sambil melangkah. Mereka berdua lalu berjalan-jalan ke luar istana.

Theo mengajak Pangeran ke daerah pantai. Disana mereka berbincang-bincang dengan seorang nelayan. Tak lama kemudian nelayan itu mengajak pangeran dan Theo ke rumahnya.

"Isteriku sedang memasak ikan bakar yang lezat. Pasti Pangeran menyukainya," ujar si nelayan.
Setibanya di rumah nelayan, terciumlah aroma ikan bakar yang sangat lezat. Mereka duduk di teras rumah nelayan itu. Tak lama kemudian keluarlah istri nelayan menghidangkan ikan bakar.

Istri nelayan itu bertubuh pendek. Ketika sang istri masuk ke dalam, Theo bertanya, "Wahai Nelayan! Mengapa engkau memilih istri yang bertubuh pendek?"

Nelayan itu tersenyum lalu menjawab, "Aku mencintainya. Lagipula, walau tubuhnya pendek, hatinya sangat baik. Ia pun pandai memasak."

Theo dan Pangeran Arthur mengangguk-angguk mengerti. Selesai makan, mereka berterima kasih dan melanjutkan perjalanan.
Kini Theo dan Pangeran Arthur sampai di rumah seorang petani. Disana mereka menumpang istirahat. Rumah Pak Tani sangat bersih.
Tak ada sedikit pun debu. Mereka beberapa saat bercakap dengan Pak Tani. Lalu keluarlah isteri Pak Tani menyuguhkan minuman dan kue-kue kecil. Bu Tani bertubuh sangat gemuk.

Pipinya tembam dan dagunya berlipat-lipat. Setelah Bu Tani pergi ke sawah, Theo pun bertanya, "Pak Tani yang baik hati. Mengapa kau memilih isteri yang gemuk?"

Pak Tani tersenyum dan menjawab dengan suara bangga, "Ia adalah wanita yang rajin. Lihatlah, rumahku bersih sekali bukan? Setiap hari ia membersihkannya dengan teliti. Lagipula, aku sangat mencintainya."

Pangeran dan Theo mengangguk-angguk mengerti. Mereka lalu pamit, dan berjalan pulang ke Istana. Setibanya di Istana, mereka bertemu seorang pelayan dan isterinya. Pelayan itu amat pendiam, sedangkan isterinya cerewet sekali. Theo kembali bertanya,

"Pelayan, mengapa kau mau beristerikan wanita secerewet dia?"
Pelayan menjawab sambil merangkul isterinya, "Walau cerewet, dia sangat memperhatikanku. Dan aku sangat mencintainya".

Theo dan Pangeran mengangguk-angguk mengerti. Lalu berjalan dan duduk di tepi kolam istana. Pangeran berkata pada Theo,
"Kini aku mengerti. Tak ada manusia yang sempurna. Begitu pula dengan calon isteriku. Yang penting, aku mencintainya dan hatinya baik."

Theo menarik nafas lega. Ia lalu membuka rambutnya yang ternyata palsu. Rambut aslinya ternyata panjang dan keemasan. Ia juga membuka kumis dan jenggot palsunya. Kini di hadapan Pangeran ada seorang puteri yang cantik jelita. Puteri itu berkata,

"Pangeran, sebenarnya aku Puteri Rosa dari negeri tetangga. Ibunda Pangeran mengundangku ke sini. Dan menyuruhku melakukan semua hal tadi. Mungkin ibundamu ingin menyadarkanmu…"
Pangeran sangat terkejut tetapi kemudian berkata,
"Akhirnya aku dapat menemukan wanita yang cocok untuk menjadi isteriku". Mereka berdua akhirnya menikah dan hidup bahagia selamanya.

Gadis dan Pohon Bernyanyi
PDF Print E-mail
Di sebuah kota pelabuhan yang ramai tinggallah seorang anak perempuan yatim piatu. Gadis namanya. Ayah dan ibunya meninggal dunia ketika ia masih kecil. Sejak itu Gadis tinggal bersama bibinya. Namum bibinya sangat kasar kepadanya. Gadis amat sedih. Akan tetapi ia mencoba tabah dan sabar.
Gadis adalah anak yang rajin. Ia berusaha mengerjakan tugas-tugasnya dengan baik. Salah satunya adalah mengambil air dari sumur. Letak sumur itu sangat jauh dari rumah. Untunglah di tengah jalan ada sebatang pohon tua yang besar dan rimbun. Gadis sering singgah di bawah pohon itu untuk melepas lelah.
Kadang-kadang, Gadis menangis sedih di bawah pohon itu. Ia merasa sendirian di dunia ini. Ia tak tahu harus mengadu kepada siapa. Diantara isak tangisnya, Gadis senantiasa berdoa agar Tuhan menjaga dan menolongnya. Anehnya, setiap kali ia menangis, pohon itu selalu mengembangkan ranting-rantingnya. Daun-daunnya bergerak dengan lembut dan berirama. Desiran halusnya bagaikan nyanyian merdu. Gadis selalu terpesona mendengarnya. Sehingga ia lupa akan kesedihannya. Bahkan sampai tertidur. Bila ia tertidur pohon itu menundukkan ranting-ranting daunnya. Supaya Gadis terlindung dari panas matahari. Jika Gadis terlalu lama tertidur, pohon itu akan menjatuhkan daun-daunnya ke pipinya yang halus. Gadis jadi terbangun karenannya.
Hari demi hari pun berlalu.. Raja akan membuat sebuah kapal pesiar. Pohon-pohon tua yang ada akan ditebang. Kayunya digunakan untuk membuat kapal. Gadis menjadi gelisah, ia cemas kalau pohon tuanya akan turut ditebang.
Siang itu, sepulang mengambil air dari sumur, Gadis singgah sejenak di bawah pohon tuanya. Ia melihat tanda silang putih pada batang pohon itu. Berarti pohon kesayangannya akan ditebang. Hati Gadis sedih sekali. Ia tidak bisa berkata-kata. Air matanya mengalir deras. Tanggannya memeluk pohon yang dikasihinya.
"Pohonku, mungkin hari ini adalah hari terakhir perjumpaan kita. Esok mereka akan menebangmu. Aku akan kehilangan satu-satunya teman yang kumiliki. Aku sedih sekali. Tapi aku tak dapat mencegahnya. Selamat jalan pohonku," isak Gadis.
Seperti hari-hari yang lalu pohon itu kembali menundukkan ranting-rantingnya dan daun-daunnya. Seolah-olah memeluk Gadis. Daunnya mengusap lembut pipi Gadis. Tak terdengar nyanyian dari pohon itu.
"Jangan sedih, anak manis. Kapal itu tak akan berlayar tanpa kehendakmu. Naiklah dan ikutlah berlayar bersamanya kelak. Maka kita akan bersama-sama lagi," bisik pohon itu menghibur hati Gadis.
Esok pagi pohon itu ditebang. Beberapa bulan kemudian selesailah kapal yang diinginkan Raja. Sebuah pesta meriah diadakan saat kapal itu akan berlayar untuk pertama kalinya. Namun ketika akan diluncurkan, kapal itu sedikitpun tak mau bergerak meninggalkan dermaga. Penduduk mencoba mendorongnya. Namun kapal itu tetap tak bergerak. Raja menjadi kecewa dan marah.
Berita mengenai kapal yang tak mau bergerak itu akhirnya terdengar oleh Gadis. Ia teringat pada pesan terakhir pohon tuanya. Dengan susah payah Gadis pergi ke pelabuhan kota. Dan berhasil menemui Raja. Ia minta izin agar boleh melayarkan kapal tersebut. Raja semula tak percaya. Tapi karena kapal itu tak mau bergerak, akhirnya Raja mengizinkan. Gadis pun bergegas naik ke atas kapal. Penuh rindu diusapnya anjungan kapal itu.
"Pohonku, tolonglah aku. Bergeraklah, berlayarlah .. Seluruh penduduk kota ini ingin menyaksikan engkau berlayar ke lautan lepas."
Semua orang berdebar menanti apa yang akan terjadi. Kapal itu bergerak sedikit demi sedikit. Lalu lepaslah ia dari sandarannya. Dengan tenang ia melaju ke laut. Penduduk kota bersorak gembira. Raja tak kurang pula gembira hatinya. Gadis dipeluknya.
"Bagaimana engaku bisa membuatkapal ini berlayar?" tanya Raja dengan takjub bercampur heran.
"Berkat rahmat Tuhan, Yang Mulia. Kebetulan kapal ini terbuat dari kayu pohon tua sahabat saya, " jawab Gadis dengan santun.
Kemudian Gadis menceritakan seluruh kisah hidupnya kepada Raja. Hati Raja tersentuh. Sejak itu Gadis tinggal di istana dan menjadi anak angkat Raja.


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda